ANALISIS UNSUR INSTRISTIK CERPEN (POHON MANGGA ALAS TUA)

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh, terima kasih udah mampir, jangn lupa komen yah…

CERPEN POHON MANGGA ALAS TUA (Klik disini)


Analisis unsur-unsur Instristik dalam cerpen
“POHON MANGGA ALAS TUA”
A.    SUDUT PANDANG
Sudut pandang adalah strategi yang digunakan pengarang untuk menyampaikan ceriyanya, baik sebagai orang pertama, kedua, ketiga, bahkan sang penulis bias menggunakan sudut pandang orang yang berada di luar cerita.

Sudut pandang yang digunakn dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” adalah sudut pandang orang ketiga karena menggunakan kata “dia”, “ia”, dan nama tokoh.
Bukti teks :
Ø  Salma menelusuri jalan setapak, sehabis diguyur hujan siang tadi. Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota.

Ø  Ia terus melangkah di antara jalan setapak, di bawah pohon-pohon mangga yang merimbun, dengan kuncup-kuncup daunnya yang hijau muda kemerahan.
Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menentukan bahwa dalam cerpen tersebut sang pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga, karena menggunakan kata “dia”, “ia”, dan nama tokoh.

B.     ALUR
Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen yang disampaikan oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita, ada tahapan-tahapan alur yang disampaikan oleh sang penulis.

1.      Tahap perkenalan

Bukti teks :

Ø  Jalan setapak di tepi Alas Tua terus mendaki, licin, rimbun, dan sunyi. Salma menelusuri jalan setapak, sehabis diguyur hujan siang tadi. Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota. Kandungannya membesar. Tinggal hitungan hari ia melahirkan. Perjalanan ke makam kedua orangtuanya kali ini didorong keinginan yang aneh tiap jengkal tanah. Dinikmatinya debur dada penuh harap. Ia ingin melahirkan anak lelaki yang tampan, yang memiliki rekah senyum menawan.

Ø  Seorang lelaki muda, betapa tenang, memandangi Salma. Lelaki muda itu duduk di sebuah batu besar, di bawah pohon mangga. Di tangannya tergenggam buah mangga yang ranum jingga.

Ø  Sungguh aneh, bagi Salim, saat memandangi Salma, istrinya, yang memancarkan cahaya pada wajahnya Tiap kali memandangi wajah istrinya, ia merasa teraniaya.
Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa kutipan teks tersebut merupakan tahap perkenalan para tokoh dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” karena kutipan teks tersebut berada di bagian awal saat tokoh muncul.

2.      Tahap Kemunculan Konflik

Bukti teks :

Ø  Salim tak bisa memahami perilaku istrinya yang senantiasa memandangi cermin, mengusapi wajahnya, dan seakan wajah itu kian bercahaya setiap pagi. Wajah yang memancarkan harapan. Salim cemburu dengan harapan yang memancar dari wajah istrinya. Tapi kenapa ia makin merasa asing dengan perempuan bunting itu? Ia merasa telah terhalang tabir yang menjauhkannya dari perempuan itu. Salma kian cantik, kian rekah senyum terpendam dalam bibirnya.

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa kutipan teks tersebut merupakan tahap kemunculan konflik dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” karena kutipan teks tersebut adalah awal munculnya suatu konflik, yaitu ketika Salim mulai merasa cemburu dan merasa asing denga istrinya sndiri.

3.      Tahap klimaks (Konflik Memuncak)
Bukti teks :
Ø  Lambat-laun Salim merasa sendirian, meski mereka bertiga di rumah. Salma tak lagi mengajaknya berbincang-bincang. Salma begitu asyik dengan bayi lelakinya. Terkesan tak memerlukan siapa pun.

Ø  Pada saat Salma mengemasi seluruh pakaiannya, barulah Salim tersentak. Ia tak paham, apa yang bakal dilakukan istrinya. Kopor-kopor pakaian itu dimasukkan dalam bagasi mobil

Ø  Tertegun, Salim memandangi Salma yang sibuk. Dia tak pernah menduga, Salma benar-benar berniat meninggalkannya.

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa kutipan teks tersebut merupakan tahap klimaks atau saat konflik memuncak dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” karena Salim sudah merasa diasingkan oleh istrinya dan istrinya juga pergi meninggalkan salim dan pergi ke rumah orang tuanya.

4.      Anti klimaks (Konflik Menurun)
Bukti teks :
Ø  Sesuatu tumbuh di tempat sampah, rekah dari biji mangga yang mengering. Batang menjulur dari rekah biji mangga, puncaknya diteduhi dua lembar daun yang terjuntai, hijau muda kemerahan.

Ø  Pohon mangga yang tumbuh itu, bukankah dari biji mangga yang dimakan Salma? Salim menanam pohon mangga itu di sudut pelataran, dengan harapan, Salma bakal kembali suatu ketika kelak. Pohon mangga itu bakal menjadi besar, dan rimbun—entah berapa tahun lagi, kelak, dan tentu akan berbuah. Ia merasakan desir harapan dari dalam dadanya.

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa kutipan teks tersebut merupakan tahap anti klimaks atau konflik mulai menurun dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” karena Salim mulai mendapatkan desir harapan bahawa istrinya akan kembali kepadanya suatu kelak.

5.      Tahap penyelesaian
Bukti teks :
Ø  Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan, berdiri di antara batang-batang pohon ranggas terbakar, tersenyum. "Kalau kau ingin menemuiku, carilah di rumah suamimu. Di sana tumbuh pohon mangga, dari biji yang kau makan dulu."

Ø  Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas. Salma tergetar. Memandangi lelaki tampan yang menghilang, lenyap dalam semak-semak perdu terbakar. Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa kutipan teks tersebut merupakan tahap penyelesaian dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” karena konflik sudah berakhir dan salma medapatkan amanah bahwa jika dia ingin menemui sang pria yang ia cari , ia hrus mencarinya di rumah suaminya.
Ø  Alur yang digunakan dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” adalah alur maju karena menggambarkan jalan cerita yang urut dari awal perkenalan tokoh, situasi lalu menimbulkan konflik hingga puncak konflik dan terakhir penyelesaian konflik. Intinya adalah, pada alur maju ditemukan jalan cerita yang runtut sesuai dengan tahapan-tahapannya. Seperti yang telah dibahas diatas.

C.     TEMA
Tema yang diguanakan dalam cerpen “Pohon Mangga Alas Tua” adalah Tema Organik, tema organik merupakan tema yang mencakup berbagai macam hal yang berhubungan erat dengan moral dasar manusia seperti hubungan antar pria dan wanita, nasihat, dan berbagai macam tema lainnya.
            
 Bukti teks :
Ø  Belum juga Salma bersua lelaki tampan, dengan wajah jernih, bercahaya, yang berdiam di Alas Tua. Salma tak lagi melihat kekuatan yang lain, yang bisa meruntuhkan hatinya untuk bersua lelaki tampan itu. Tiap sore ia melintas tepian Alas Tua, berziarah ke makam orangtuanya. Tapi, sungguh, tak sekejap pun ia bersua lelaki itu, meski cuma bayangan. Bahkan bertemu lelaki itu dalam mimpi pun, ia tak pernah.
Berdasar kutipan teks cerpen diatas menandakan bahwa cerpen tersebut menggunakan tema organic karena berhubungan antara pria dan wanita.

D.    LATAR

1.      Latar tempat
Bukti teks:
Ø  Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota.
Ø  Lelaki muda itu duduk di sebuah batu besar, di bawah pohon mangga.
Ø  Ia mesti menabur bunga di makam ayah ibunya.
Ø  Tiba di rumah warisannya, Salma turun dari mobil, menggendong bayi mungil dan menciuminya. Yang paling menggetarkan, bagi Salma, saat ia berada di ruang tamu, memandang lukisan (mengenai) ayah dan ibunya
Ø  Salim menanam pohon mangga itu di sudut pelataran, dengan harapan, Salma bakal kembali suatu ketika kelak.

Berdasarkan kutipan teks cerpan diatas menandakan bahwa cerpen tersebut berlatar temapat di hutan, di bawah pohon manga, makam, rumah, sudut pelataran.

2.      Latar waktu
Bukti teks :
Ø  Hari keburu berkabut, dan ia harus segera mencapai makam orangtuanya sebelum gelap (Petang)

Ø  Salim tak bisa memahami perilaku istrinya yang senantiasa memandangi cermin, mengusapi wajahnya, dan seakan wajah itu kian bercahaya setiap pagi (Pagi)

Ø  Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan (malam)

Berdasarkan kutipan teks cerpan diatas menandakan bahwa cerpen tersebut berlatar waktu petang, pagi dan malam.

E.     PENOKOHAN
Penokohan atau tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Pohon Mangga Alas Tua” yaitu :

1.      Antagonis:
Bukti teks :
Ø  Salma yang sibuk. Dia tak pernah menduga, Salma benar-benar berniat meninggalkannya.

Ø  Salma menolak, saat Salim ingin mengantarkannya. Perempuan itu menampakkan kegairahan saat meninggalkan rumah Salim yang kusam dan melapuk

Ø  "Wajahmu begitu beku, tanpa gairah!

Ø  "Aku tak mungkin hidup bersama lelaki yang berwajah murung."

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa dalam cerpen tersebut tokoh salma adalah tokoh yang bersifat antagonis atau jahat.

2.      Protagonis
Bukti teks :
Ø  Salim merenung: wajah yang murung seperti yang selalu dikatakan Salma dulu telah menjadi tabir penghalang. Dulu, sebelum mereka menikah, Salma memang pernah mengeluh, wajah Salim terlalu murung, muram, tanpa gairah. Tapi bukankah Salma tak pernah mempersoalkannya? Salma menerima segala hal yang ada pada irinya

Ø  Salma menolak, saat Salim ingin mengantarkannya.

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa dalam cerepen tersebut tokoh salim adalah tokoh yang bersifat Protagonis atau baik karena dia hanya bisa diam dan bersabar ketika istrinya meninggalkannya.

3.      Figuran
Bukti teks :

Ø  Seorang lelaki muda, betapa tenang, memandangi Salma. Lelaki muda itu duduk di sebuah batu besar, di bawah pohon mangga. Di tangannya tergenggam buah mangga yang ranum jingga. (tokoh tersebut hanya muncul saat-saat tertentu)

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa dalam cerpen tersebut tokoh lelaki muda adalah tokoh figuran. Karena hanya muncul beberapa saat dan namanya tidak dinsebutkan.

F.      AMANAT
 Bukti teks :
Ø  Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan, berdiri di antara batang-batang pohon ranggas terbakar, tersenyum. "Kalau kau ingin menemuiku, carilah di rumah suamimu. Di sana tumbuh pohon mangga, dari biji yang kau makan dulu."

Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas. Salma tergetar. Memandangi lelaki tampan yang menghilang, lenyap dalam semak-semak perdu terbakar. Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa pada kutipan teks cerpen tersebut terdapat amanat yaitu kita tidak boleh mnyia-nyiakan sang suami hanya karena pria tampan, seburuk apapun suami kita harus menerima dia apa adanya. Kita tidak boleh memandang seseorang dari fisiknya tetapi kita harus melihatnya dari dalam dirinya yang memunculkan sifat baik dan terpuji. Penyesalan selalu datang terlambat, jikalu seperti itu masalahnya karena salma sudah meninggalkan suaminya pastinya dia merasa sungkan untuk kembali ke rumah suaminya.

G.    GAYA BAHASA
Gaya bahasa yang terkandung dalam cerpen Pohon Mangga Alas Tua” yaitu
1.      Erotesis
Erotesis adalah gaya bahasa yang berbentuk pertanyaan namun tidak menghendaki jawaban karena jawabannya sudah diketahui dan berfungsi sebagai penegas saja.
           
           Bukti teks :
Ø  Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan, berdiri di antara batang-batang pohon ranggas terbakar, tersenyum. "Kalau kau ingin menemuiku, carilah di rumah suamimu. Di sana tumbuh pohon mangga, dari biji yang kau makan dulu."

Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas. Salma tergetar. Memandangi lelaki tampan yang menghilang, lenyap dalam semak-semak perdu terbakar. Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa cerpen tersebut memiliki gaya bahasa erotetis, karena pada kalimat terakhir “Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***”, pertanyaan tersebut tidak menghendaki jawaban.

2.      Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang sengaja dibuat berlebihan.

Bukti teks :
Ø  Sungguh aneh, bagi Salim, saat memandangi Salma, istrinya, yang memancarkan cahaya pada wajahnya. Ia tak berani menatap wajah bercahaya itu terlalu lama.

Ø  Wajah Salma memang selalu tampak bening. Menyejukkan, tapi kini tampak serupa bintang yang memancar dari langit tanpa tepi, jauh, tak terjangkau

Ø  Belum juga Salma bersua lelaki tampan, dengan wajah jernih, bercahaya, yang berdiam di Alas Tua.

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa cerpen tersebut memiliki gaya bahasa hiperbola, karena pada kalimat : istrinya, yang memancarkan cahaya pada wajahnya. Ia tak berani menatap wajah bercahaya itu terlalu lama, tapi kini tampak serupa bintang yang memancar dari langit tanpa tepi, jauh, tak terjangkau, dan lelaki tampan dengan wajah jernih, bercahaya. Kalimat tersebut senagaja dibuat berlebihan.

3.      Personifikasi
Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai benda hidup
Bukti teks :
Ø  Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas.
Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa cerpen tersebut memiliki gaya bahasa personifikasi, karena kilau bulan di umpamakan sebagai benda hidup yang bisa tersangkut.

4.      Sarkasame
Sarkasme adalah gaya bahasa yang penyampaiannya sangat kasar.
Bukti teks :
Ø  "Aku tak mungkin hidup bersama lelaki yang berwajah murung."
Ø  "Wajahmu begitu beku, tanpa gairah!"

Berdasarkan kutipan teks cerpen di atas menandakan bahwa cerpen tersebut memiliki gaya bahasa sarkasme, karena kata yang di lontarkan salma sangat kasar dan menyingung perasaan salim.      


KORPUS DATA CERPEN
“POHON MANGGA ALAS TUA”

DATA
TEKS
HALAMAN
1.      (Sudut pandang)
·         Salma menelusuri jalan setapak, sehabis diguyur hujan siang tadi. Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota.

·         Ia terus melangkah di antara jalan setapak, di bawah pohon-pohon mangga yang merimbun, dengan kuncup-kuncup daunnya yang hijau muda kemerahan.

Paragraph 1 kalimat ke-2


Paragraph 1 kalimat ke-8
2.      Alur
(Tahap Perkenalan)















(Tahap Kemunculan
Konflik )







(Tahap Klimaks)













(Tahap Anti Klimaks)












(Tahap Penyelesaian)

·         Jalan setapak di tepi Alas Tua terus mendaki, licin, rimbun, dan sunyi. Salma menelusuri jalan setapak, sehabis diguyur hujan siang tadi. Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota. Kandungannya membesar. Tinggal hitungan hari ia melahirkan. Perjalanan ke makam kedua orangtuanya kali ini didorong keinginan yang aneh tiap jengkal tanah. Dinikmatinya debur dada penuh harap. Ia ingin melahirkan anak lelaki yang tampan, yang memiliki rekah senyum menawan.



·         Seorang lelaki muda, betapa tenang, memandangi Salma. Lelaki muda itu duduk di sebuah batu besar, di bawah pohon mangga. Di tangannya tergenggam buah mangga yang ranum jingga.




·         Sungguh aneh, bagi Salim, saat memandangi Salma, istrinya, yang memancarkan cahaya pada wajahnya Tiap kali memandangi wajah istrinya, ia merasa teraniaya.








·         Salim tak bisa memahami perilaku istrinya yang senantiasa memandangi cermin, mengusapi wajahnya, dan seakan wajah itu kian bercahaya setiap pagi. Wajah yang memancarkan harapan. Salim cemburu dengan harapan yang memancar dari wajah istrinya. Tapi kenapa ia makin merasa asing dengan perempuan bunting itu? Ia merasa telah terhalang tabir yang menjauhkannya dari perempuan itu. Salma kian cantik, kian rekah senyum terpendam dalam bibirnya.

·         Lambat-laun Salim merasa sendirian, meski mereka bertiga di rumah. Salma tak lagi mengajaknya berbincang-bincang. Salma begitu asyik dengan bayi lelakinya. Terkesan tak memerlukan siapa pun.

·         Pada saat Salma mengemasi seluruh pakaiannya, barulah Salim tersentak. Ia tak paham, apa yang bakal dilakukan istrinya. Kopor-kopor pakaian itu dimasukkan dalam bagasi mobil

·         Tertegun, Salim memandangi Salma yang sibuk. Dia tak pernah menduga, Salma benar-benar berniat meninggalkannya.


·         Sesuatu tumbuh di tempat sampah, rekah dari biji mangga yang mengering. Batang menjulur dari rekah biji mangga, puncaknya diteduhi dua lembar daun yang terjuntai, hijau muda kemerahan.

·         Pohon mangga yang tumbuh itu, bukankah dari biji mangga yang dimakan Salma? Salim menanam pohon mangga itu di sudut pelataran, dengan harapan, Salma bakal kembali suatu ketika kelak. Pohon mangga itu bakal menjadi besar, dan rimbun—entah berapa tahun lagi, kelak, dan tentu akan berbuah. Ia merasakan desir harapan dari dalam dadanya.


·         Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan, berdiri di antara batang-batang pohon ranggas terbakar, tersenyum. "Kalau kau ingin menemuiku, carilah di rumah suamimu. Di sana tumbuh pohon mangga, dari biji yang kau makan dulu."

·         Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas. Salma tergetar. Memandangi lelaki tampan yang menghilang, lenyap dalam semak-semak perdu terbakar. Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***


Paragraph 1
















 Paragraph 3









Paragraph 5













Paragraph 6














Paragraph 9





Paragraph 10





Paragraph 11





Paragraph 20





Paragraph 21












Paragraph 23






Paragraph 24

3.      Tema
(Tema Anorganik)
·         Belum juga Salma bersua lelaki tampan, dengan wajah jernih, bercahaya, yang berdiam di Alas Tua. Salma tak lagi melihat kekuatan yang lain, yang bisa meruntuhkan hatinya untuk bersua lelaki tampan itu. Tiap sore ia melintas tepian Alas Tua, berziarah ke makam orangtuanya. Tapi, sungguh, tak sekejap pun ia bersua lelaki itu, meski cuma bayangan. Bahkan bertemu lelaki itu dalam mimpi pun, ia tak pernah.

Paragraph 16

4.      Latar
(Latar Tempat)

















(Latar Waktu)

·         Ia melintasi tepian Alas Tua, hutan di tepi kota.


·         Lelaki muda itu duduk di sebuah batu besar, di bawah pohon mangga.
·         Ia mesti menabur bunga di makam ayah ibunya.



·         Tiba di rumah warisannya, Salma turun dari mobil, menggendong bayi mungil dan menciuminya. Yang paling menggetarkan, bagi Salma, saat ia berada di ruang tamu, memandang lukisan (mengenai) ayah dan ibunya

·         Salim menanam pohon mangga itu di sudut pelataran, dengan harapan, Salma bakal kembali suatu ketika kelak.


·         Hari keburu berkabut, dan ia harus segera mencapai makam orangtuanya sebelum gelap (Petang)


·         Salim tak bisa memahami perilaku istrinya yang senantiasa memandangi cermin, mengusapi wajahnya, dan seakan wajah itu kian bercahaya setiap pagi (Pagi)

·         Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan (malam)


Paragraph 1 kalimat ke-3


Paragraph 3 kalimat ke-2
Paragraph 1 kalimat ke-6




Paragraph 14






Paragraph 21 kalimat ke-3



Paragraph 4
Kalimat ke-5



Paragraph 6 kalimat ke-1


Paragraph 23 kalimat ke-1


5.      Penokohan
(Antagonis)














(Protagonis)







(Figuran)

·         Salma yang sibuk. Dia tak pernah menduga, Salma benar-benar berniat meninggalkannya.


·         Salma menolak, saat Salim ingin mengantarkannya. Perempuan itu menampakkan kegairahan saat meninggalkan rumah Salim yang kusam dan melapuk




·         "Wajahmu begitu beku, tanpa gairah!


·         "Aku tak mungkin hidup bersama lelaki yang berwajah murung."


·         Salim merenung: wajah yang murung seperti yang selalu dikatakan Salma dulu telah menjadi tabir penghalang. Dulu, sebelum mereka menikah, Salma memang pernah mengeluh, wajah Salim terlalu murung, muram, tanpa gairah. Tapi bukankah Salma tak pernah mempersoalkannya? Salma menerima segala hal yang ada pada irinya.

·         Salma menolak, saat Salim ingin mengantarkannya.

·         Seorang lelaki muda, betapa tenang, memandangi Salma. Lelaki muda itu duduk di sebuah batu besar, di bawah pohon mangga. Di tangannya tergenggam buah mangga yang ranum jingga. (tokoh tersebut hanya muncul saat-saat tertentu)


Paragraph 11





Paragraph 13 kalimat ke-1






Perckapan ke-2

Perckapan ke-2



Paragraph 12









Paragraph 13



Paragraph 4

6.      Amanat
·         Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan, berdiri di antara batang-batang pohon ranggas terbakar, tersenyum. "Kalau kau ingin menemuiku, carilah di rumah suamimu. Di sana tumbuh pohon mangga, dari biji yang kau makan dulu."

Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas. Salma tergetar. Memandangi lelaki tampan yang menghilang, lenyap dalam semak-semak perdu terbakar. Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***

Paragraph 23 dan 24

7.      Gaya Bahasa
(Erotesis)












(Hiperbola)













(Personifikasi)



(Sarkasme)

·         Salma melihat samar bayangan tubuh lelaki tampan itu, di bawah kilau bulan, berdiri di antara batang-batang pohon ranggas terbakar, tersenyum. "Kalau kau ingin menemuiku, carilah di rumah suamimu. Di sana tumbuh pohon mangga, dari biji yang kau makan dulu."

Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas. Salma tergetar. Memandangi lelaki tampan yang menghilang, lenyap dalam semak-semak perdu terbakar. Kilau rembulan begitu tajam menerawang gaun Salma, dan ia melangkah bimbang: akankah segera kembali pada suami?***

·         Sungguh aneh, bagi Salim, saat memandangi Salma, istrinya, yang memancarkan cahaya pada wajahnya. Ia tak berani menatap wajah bercahaya itu terlalu lama.


·         Wajah Salma memang selalu tampak bening. Menyejukkan, tapi kini tampak serupa bintang yang memancar dari langit tanpa tepi, jauh, tak terjangkau


·         Belum juga Salma bersua lelaki tampan, dengan wajah jernih, bercahaya, yang berdiam di Alas Tua.


·         Kilau bulan tersangkut di pucuk-pucuk ranting pepohonan hutan ranggas.


·         "Aku tak mungkin hidup bersama lelaki yang berwajah murung."

·         "Wajahmu begitu beku, tanpa gairah!"



Paragraph 24







Paragraph 5








Paragraph 5
Kalimat ke-4





Paragraph 16





 Paragraph 24



Percakapan ke-4


Percakapan ke-4

              

Posting Komentar

0 Komentar